Saturday, June 4, 2011

Penjelasan Hakikat Jahiliyah, Kefasikan, Kesesatan, Riddah, dan hukumnya



A. JAHILIYAH
Keadaan yang ada pada bangsa Arab sebelum Islam, yakni kebodohan tentang Allah, para RasulNya dan syari’at agama berasal dari kata Al-Jahl (kebodohan) = ketiadaan ilmu.
Jahiliyah terbagi menjadi 2:
  1. Jahiliyah ‘Ammah (jahiliyah umum)
    Terjadi sebelum diutusnya Rasulullah SAW, dan ia telah berakhir dengan diutusnya Rasulullah.
  2. Jahiliyah Khashshah (jahiliyah khusus)
    Terjadi pada sebagian negara, sebagian daerah, dan sebagian orang
B. KEFASIKAN
  • Menurut bahasa: alfisqu = alkhuruj (keluar)
  • Menurut syara : keluar dari keta’atan kepada Allah
Kefasikan ada 2 macam:
a) Kefasikan yang membuatnya keluar dari agama, yakni kufur, karena itu orang kafir juga disebut orang fasik
QS Al-Kahfi (18):50
Artinya: “Dan ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti bagi orang-orang yang zalim.”
QS As-Sajadah (32):20
Artinya: “Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya.”
b) Kefasikan yang tidak membuat seorang keluar dari agama sehingga orang-orang fasik dari kamu muslimin disebut al-’ashi (pelaku maksiat), dan kefasikannya itu tidak mengeluarkannya dari Islam
QS An-Nuur(24):4
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.”
QS Al-Baqarah(2):197
Artinya: “Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.”
C. KESESATAN (Addhalalu)
Berpaling dari jalan yang lurus, ia adalah lawan dari Alhidayah (petunjuk)
QS Al-Isra (17):15
Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Kesesatan dinisbatkan kepada beberapa makna:
Terkadang diartikan Alkufru (kekufuran)
(QS An- Nisa (4):136)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”
Terkadang diartikan As-syirku (kemusyrikan)
(QS An-Nisa (4):116)
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”
Terkadang diartikan menyalahi (kebenaran), tetapi dibawah kekufuran, Al-firkud dhaallahu (kelompok –kelompok yang sesat) artinya yang menyalahi kebenaran.
Terkadang diartikan Al-khatha’u (kesalahan)
(QS As-Syu’ara (26):20)
Artinya: “berkata Musa: “Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf”.”
Terkadang diartikan An-nisyaanu (lupa)
(QS Al-Baqarah (2):282)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki . Jika tak ada dua oang lelaki, maka seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak keraguanmu. Kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan, maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Terkadang diartikan Ad-dhayaa’u walqaibatu (hilang dan tidak ada), seperti dikatakan “Dhallatul ibili” (unta yang hilang)
D. RIDDAH, MACAM-MACAM dan HUKUMNYA
Secara bahasa: Arraddatu (riddah) artinya Ar-ruju’u (kembali)
Menurut istilah: kufur setelah Islam
(QS Al-Baqarah (2): 217)
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi dari jalan Allah, kafir kepada Allah, Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka mengembalikan kamu dari agamamu , seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Riddah ada 4 macam:
1. Riddah dengan ucapan
  • Seperti mencaci Allah atau rasulNya shallallahu ‘alaihi wassallam, atau malaikat-malaikatNya atau salah seorang dari rasulNya
  • Mengaku mengetahui ilmu ghaib atau mengaku nabi atau membenarkan orang yang mengaku sebagai nabi
  • Berdo’a kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepadaNya
2. Riddah dengan perbuatan
  • Seperti sujud kepada patung, pohon, batu, kuburan dan memberikan sembelihan untuknya
  • Membuang mushaf Al-Qur’an ditempat-tempat yang kotor
  • Melakukan sihir, mempelajari dan mengajarkannya
  • Memutuskan hukum dengan selain apa yang diturunkan Allah dan meyakini kebolehannya
3. Riddah dengan I’tiqad (kepercayaan)
Seperti kepercayaan adanya sekutu bagi Allah atau kepercayaan bahwa zina, khamr dan riba adalah halal atau hal semisalnya yang telah disepakati kehalalan, keharaman atau wajibnya secara ijma’ (konsensus) yang pasti, yang tidak seorangpun tidak mengetahuinya.
4. Riddah dengan keraguanTentang sesuatu sebagaimana yang disebutkan diatas
Konsekuensi Hukum setelah terjadinya Riddah
  1. Yang bersangkutan diminta untuk bertaubat.
  2. Jika ia bertaubat dan kembali kepada Islam dalam masa tiga hari, maka taubatnya diterima kemudian ia dibiarkan (tidak dibunuh).
  3. Jika ia tidak mau bertaubat maka ia wajib dibunuh, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alahi wassallam, “Barangsiapa mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia” (HR Al-Bukhari dan Abu Daud).
  4. Dilarang membelanjakan hartanya saat ia dalam masa diminta untuk bertaubat, jika ia masuk Islam kembali maka harta itu miliknya. Jika tidak maka harta itu menjadi fa’i (rampasan) Baitul Mal sejak ia dibunuh atau mati karena riddah. Pendapat lain mengatakan, begitu ia jelas-jelas murtad maka hartanya dibelanjakan untuk kemaslahatan umat Islam.
  5. Terputusnya hak waris mewarisi antara dirinya dengan keluarga dekatnya, ia tidak mewarisi antara dirinya dengan keluarga dekatnya, ia tidak mewarisi harta mereka dan mereka tidak mewarisi hartanya.
  6. Jika ia mati atau dibunuh dalam keadaan riddah, maka ia tidak dimandikan, tidak dishalatkan, dan tidak dikubur dikuburan umat Islam.

Bentuk-Bentuk Taqlid Kepada Kuffar Yang Buruk


Yaitu melampaui batas dalam menyenangi dan menggandrungi perkara-perkara sepele yang tidak banyak artinya, dan menggelutinya sampai lupa kepada Allah, lalai dari ketaatan kepadaNya serta lalai dan meninggalkan amal usaha yang berguna bagi dunia dan agama-nya.
Mereka melakukan hal ini sebagai akibat dari kekosongan hidup yang dialaminya; hidup tanpa aqidah, tanpa ibadah dan tanpa kebajikan yang ditabungkan untuk akhirat. Mereka melakukan karena terpedaya dan terkecoh oleh bangsa-bangsa lain yang terus-menerus mengupayakan untuk menjauhkan mereka dari agama dan akhirat mereka.
Apapun yang memalingkan dari agama dan ibadah adalah haram hukumnya, sekali pun bernilai materi yang tinggi seperti harta kekayaan. Allah telah mengharamkan perbuatan menyibukkan diri dengan materi yang jauh dari akhirat. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (Al-Munafiqun: 9)
Maka bagaimanakah dengan hal-hal yang tidak bernilai, tidak berharga dan tidak berfaedah?
Di antara hal-hal ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang mereka sebut sebagai dunia seni; seni suara, seni musik, seni tari, seni drama, dunia pentas dan panggung serta gedung-gedung bioskop yang banyak didatangi oleh orang-orang yang bingung, jauh dari jalan kebenaran dan jalan yang serius dalam kehidupan.
2. Menggeluti dunia gambar, fotografi, lukisan dan pembuatan patung-patung dan lain sebagainya yang mereka sebut-sebut sebagai seni yang indah.
3. Banyak di antara pemuda yang hidupnya mati-matian demi menggeluti beberapa cabang olah raga, sampai ia lupa kepada Allah, lupa ketaatan, menelantarkan shalat dan lupa kewajiban-kewajiban lain dalam rumah maupun sekolah. Semestinya yang lebih pantas bagi mereka adalah mengarahkan perhatian pada apa yang baik bagi umat dan tanah airnya serta berjuang untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat.
Di antara hal-hal tersebut di atas ada yang diharamkan dalam agama, ada pula yang dibolehkan sebatas tidak mengalahkan apa yang lebih bermanfaat daripadanya. Apalagi umat Islam dewasa ini sedang menghadapi berbagai macam tantangan dari para musuhnya. Tentu yang lebih utama adalah menghemat waktu dan kekuatan untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, untuk memadamkan atau memperkecil pengaruh dan bahayanya. Orang-orang Islam sebenarnya tidak mempunyai waktu luang untuk bersantai-ria dengan segala macam hiburan itu. Dan Allah-lah tempat kita meminta pertolongan.

Orang kafir masuk masjid?


Adalah ditegaskan yg Islam menggalakkan toleransi dan kewujudan bersama secara aman antara Muslims dan non-Muslims. Jika non-Muslim masuk ke masjid utk menyampaikan ucapan yg boleh membawa kpd persefahaman lebih baik, maka ia amat di alu-alukan dan digalakkan mengikut pandangan agama. Islam ialah agama yg mengamalkan dialog yg bermanfaat dlm maksud sebenar. Sejarah Muslim ialah satu contoh yg baik berkenaan hal ini.
Sheikh `Atiyyah Saqr, bekas ketua Jawatankuasa Fatwa Al-Azhar Fatwa, menjelaskan pandangan Fuqaha berkenaan hal ini seperti berikut:
Allah SWT berfirman, (Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis (tidak suci), maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.) (At-Tawbah 9: 28)
Allah SWT berfirman lagi, (Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi…) (An-Nisaa’ 4: 43)
Berpandukan ayat-ayat ini, majority Fuqaha, termasuk mereka dari Mazhab Fiqah Maliki, Shafi`i dan yg lain, menegaskan yg musyrikin/penyembah berhala tidak dibenarkan utk memasuki Masjidil Haram di Makkah. Bagaimanapun, mereka berpendapat tidak salah kalau Orang Kristian dan Yahudi memasukinya. Mereka berpendapat hukum ini diguna-pakai kpd Masjidil Haram di Makkah juga kawasan persekitarannya. Abu Hanifah, bagaimanapun, berpendapat musyrikin/penyembah berhala boleh masuk ke Masjidil Haram di Makkah selagi dia tidak tinggal atau menetap disitu. Dia menafsirkan tidak suci sebagai kekotoran spiritual (syirik).
Utk masjid lain selain Masjidil Haram di Makkah, Fuqaha Madinah melarang non-Muslims dari memasuki masjid kerana non-Muslims dianggap oleh al- Qur’an sebagai tidak suci. Imam Ahmad diriwayatkan berkata mereka boleh masuk ke masjid dgn kebenaran Muslims. Ini disokong oleh riwayat yg Rasululllah (SAW) membenarkan penduduk At-Ta’if utk tinggal di masjid sebelum mereka memeluk Islam. Baginda juga menerima Orang Kristians dari Najran dlm masjid baginda di Madinah. Apabila masa sembahyang mereka sampai, mereka bersembahyang di masjid mengadap arah timur. Maka Rasululllah (SAW) bersabda (kpd Sahabat), “Biarkan mereka (utk menunaikan sembahyang).”
Di bawah tajuk ‘Musyrik Masuk Ke Masjid’, Al-Bukhari, dlm Sahih nya menyebut yg Thamamah ibn Athal (sedangkan dia seorang Musyrik) diikat dlm masjid.
Dlm Fath al-Bari, Ibn Hajar menyebut terdapat pelbagai pendapat mengenai hal ini. Fuqaha Hanafi memberikan kebenaran tanpa syarat sedangkan ulama Maliki dan al-Mazni diriwayatkan melarang nya langsung. Ulama Shafi`i membezakan antara Masjidil Haram dgn masjid lain. Terdapat satu pendapat yg kebenaran itu dihadkan kpd Ahli Kitab tetapi ini di bantah dgn kes Thamamah yg disebutkan di atas.
Sheikh M. S. Al-Munajjid, penceramah dan pengarang Islam dari Arab Saudi, menyatakan:
Adalah diharamkan kpd Muslims utk membenarkan sebarang non-Muslim utk masuk ke Al-Masjid Al-Haram di Makkah dan persekitarannya yg suci, kerana Allah berfirman: (Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis (tidak suci), maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskinmaka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.) (At-Tawbah 9: 28)
Berkenaan dgn masjid lain, beberapa Fuqaha Muslim berpendapat adalah dibenarkan kpd non-Muslims utk masuk ke dlm nya kerana tiada dalil utk menyebut keharaman perbuatan itu; yg lain berkata ia nya tidak dibenarkan, dgn qias kpd kes Al-Masjid Al-Haram.
Pandangan tepat ialah ia nya dibenarkan jika ia menepati matlamat Shari`ah atau menepati sebab penting, seperti jika non-Muslim perlu masuk ke masjid utk mendengar sesuatu yg mungkin menggalakkan nya utk memeluk Islam, atau dia perlu minum air, atau seumpamanya. Ini adalah tujuan cara Rasulullah (SAW) dlm hal ini; dia mengikat (tawanan baginda ) Thamaamah ibn Athal Al-Hanafi dlm masjid sebelum dia menjadi Muslim, dan rombongan dari Thaqif dan Kristian dari Najran tinggal di masjid sebelum mereka memeluk Islam. Sebenarnya, banyak manfaat diperolehi dari hal ini: mereka boleh mendengar ucapan dan khutbah Rasulullah (SAW) utk melihat orang solat dan membaca al- Qur’an, dan sebagainy. (Fatawa Al-Lajnah Al-Da’imah – Jawatan kuasa Tetap Utk Kajian Islam dan Ifta’)
Maka, jika non-Muslims memohon utk masuk ke masjid dgn tujuan utk melihat bagaimana Muslims bersolat, tiada salah dlm hal itu, selagi mereka tiada sesuatu yg boleh mencemarkan masjid itu, dan perempuan mereka tidak berpakaian menjolok mata, atau sebarang alasan lain yg menghalang mereka dari masuk ke masjid. Jadi mereka boleh masuk dan duduk di belakang Muslims utk melihat bagaimana mereka sembahyang.
Berdasarkan kpd Fatwa diatas , kita boleh katakan yg non-Muslim, termasuk Orang Kristians dan Yahudi, dibenarkan utk masuk ke masjid, tetapi mereka patut mentaati syarat berikut:
1- Non-Muslim dibenarkan utk masuk ke masjid – selain dari Masjidil Haram di Makkah – dgn kebenaran awal dari Muslim.
2- Mereka mesti ada alasan kukuh utk masuk ke masjid.
3- Mereka mesti menghormati kemuliaan masjid dan beringat yg itu ialah tempat suci utk beribadah.
4- Lelaki dan perempuan tidak dibenar membuka aurat semasa masuk ke masjid.
Berkenaan dgn hal baik-pulih/ubah-suai, Kita berpendapat yg Muslims mesti diberi keutamaan dlm melaksanakan kerja itu, melainkan jika ia sangat perlu utk meminta pertolongan dari non-Muslims. Ada keperluan yg memerlukan pertolongan dari mereka, terutamanya dlm hal berkaitan masjid.

Hukum Wanita Yang Sedang Haid Berdiam Di Masjid

 Hukum Wanita Haid Duduk di Masjid
Jumhur ulama, antaranya imam mazhab yang empat, sepakat bahawa wanita yang haid tidak boleh berdiam (al-lubts) di dalam masjid, kerana ada hadith Nabi Saw yang mengharamkannya. Meskipun Imam Dawud Azh-Zhahiri membolehkan wanita haid dan orang junub berdiam di masjid [1], namun pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur yang mengharamkannya [2].  Dalilnya ialah sabda Rasulullah SAW:
Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita yang haid dan orang junub.”  [HR. Abu Dawud] [3].

Yang dimaksudkan berdiam (Bahasa Arab: al-lubtsu, atau al-muktsu) ialah berdiam atau tinggal di masjid, misalnya duduk untuk mendengar pengajian, atau tidur di dalam masjid.  Tidak ada bezanya sama ada dia duduk, berdiri, atau berjalan mundar-mandir (at-taraddud) di dalam masjid, semuanya tidak dibolehkan bagi wanita haid.

Akan tetapi jika seorang wanita haid sekadar melalui atau melintasi (al-murur) masjid kerana sesuatu  keperluan, maka itu tidak mengapa.  Dengan syarat wanita itu tidak berasa khuatir akan mengotorkan masjid [5].  Dalilnya, Nabi SAW pernah memerintahkan ‘A`isyah untuk mengangkat khumrah (seakan sejadah) yang berada di dalam masjid. Lalu ‘A`isyah memberitahu, “Sesungguhnya aku sedang haid.” Rasul bersabda, “Sesungguhnya haidmu itu bukan berada di tanganmu.” [HR. Muslim] [6].  Selain itu, ada riwayat lain bahawa Maimunah RA pernah berkata, “Salah seorang dari kami pernah membawa sejadah ke masjid lalu membentangkannya, padahal dia sedang haid.”  [HR. An-Nasa`i]. [7].

Berdasarkan penjelasan di atas, sesungguhnya hukum syara’ dalam masalah ini telah jelas, iaitu wanita haid haram hukumnya berdiam di masjid.  Adapun jika sekadar lalu atau melintas, hukumnya boleh dengan syarat tidak ada kekhuatiran akan mengotorkan masjid.

Sebahagian  ulama memang ada yang membolehkan wanita haid berdiam di masjid asalkan ia berasa aman (tidak khuatir) akan mengotorkan masjid, misalnya dengan memakai tuala wanita.8*).  Dalam Syarah Al-Bajuri Juz I hal. 115 dikatakan, bahawa kalau wanita haid tidak khuatir akan mengotorkan masjid, atau bahkan berasa aman, maka pada saat itu tidak diharamkan baginya masuk masjid, tetapi hanya makruh saja.*9)

Menurut pemahaman kami, pendapat itu tidak dapat diterima. Sebab pendapat tersebut tidak mempunyai landasan syar’i yang kuat.  Pendapat tersebut menjadikan “kekhuatiran mengotorkan masjid”, sebagai illat (alasan penetapan hukum) bagi haramnya wanita berdiam di masjid.  Jadi, jika kekhuatiran itu sudah lenyap (dengan memakai tuala wanita), maka hukumnya tidak haram lagi.  Padahal, hadith yang ada tidak menunjukkan adanya illat bagi haramnya wanita haid untuk berdiam di masjid.  Jadi tidak dapat dikatakan bahawa keharamannya disebabkan adanya kekhuatiran akan menajiskan masjid.  Sehingga jika kekhuatiran itu lenyap (dengan memakai tuala wanita) maka hukumnya tidak haram. Tidak boleh dikatakan demikian, kerana nas yang ada tidak menunjukkan adanya illat itu. Nabi SAW hanya mengatakan, “Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita yang haid dan orang junub.”  Nas ini jelas tidak menunjukkan adanya illat apa pun, baik illat secara sarahah (jelas), dalalah (penunjukan), istinbat, atauqiyas.

Tambahan pula nas tersebut bersifat mutlak, bukan muqayyad. Jadi yang diharamkan berdiam di masjid adalah wanita haid, secara mutlak.  Baik wanita haid itu akan mengotorkan masjid, atau tidak akan mengotorkan masjid. Memakai tuala wanita atau tidak memakai tuala wanita.  Jadi, selama tidak ada dalil yang memberikan taqyid (batasan atau sifat tertentu) —misalnya yang diharamkan hanya wanita haid yang dapat mengotorkan masjid— maka dalil hadith tersebut tetap berlaku untuk setiap wanita haid secara mutlak. Hal ini sesuai dengan kaedah usul fiqh:
Al-muthlaqu yajriy ‘ala ithlaaqihi maa lam yarid daliil at-taqyiid
(Lafaz) mutlak tetap berlaku dalam kemutlakannya selama tidak ada dalil yang menunjukkan adanya taqyid (pemberian batasan/sifat tertentu).”*10)

2. Batasan Masjid
Setelah jelas wanita haid tidak boleh berdiam di masjid, maka pertanyaan berikutnya adalah, apakah batasan masjid itu?  Masjid adalah tempat yang ditetapkan untuk mendirikan solat berjamaah bagi orang umum.*11).  Yang dimaksudkan solat berjamaah ialah terutamanya solat berjamaah lima waktu dan solat Jumaat.  Namun termasuk juga solat sunat berjamaah seperti solat Tarawih dan solat Aidil Fitri atau Aidil Adha.

Di Malaysia, jika hanya untuk berjamaah lima waktu tetapi tidak digunakan solat Jumaat, tempat itu biasanya tidak disebut masjid, tapi disebut surau.  Manakala istilah masjid atau masjid jami`, biasanya digunakan untuk tempat yang digunakan untuk solat Jumaat. 

Sebenarnya, semua itu termasuk kategori masjid, menurut definisi di atas.  Kerana yang penting tempat itu digunakan solat berjamaah untuk orang umum.  Maka, terhadap surau, berlaku juga hukum-hukum untuk masjid, misalnya wanita haid tidak boleh berdiam di dalamnya.  Walaupun tidak dinamakan masjid. 

Adapun jika sebuah tempat disiapkan untuk solat berjamaah, tapi hanya untuk orang tertentu (misal penghuni sesuatu  rumah), maka tempat itu tidak dinamakan masjid, dan tidak diterapkan hukum-hukum masjid padanya. Demikian pula jika sebuah tempat hanya digunakan untuk solat secara sendiri, bukan untuk solat jamaah, maka itu juga bukan dinamakan masjid.

Definisi di atas adalah definisi umum, iaitu untuk membezakan masjid dengan bangunan yang bukan masjid.  Ada definisi khusus, iaitu masjid dalam pengertian tempat-tempat yang digunakan untuk solat (mawadhi’ ash-salat), atau tempat-tempat yang digunakan untuk sujud (mawdhi’ as-sujud).*12).

Definisi khusus ini untuk membezakan berlakunya hukum masjid bagi sebuah kompleks bangunan masjid yang luas dan terdiri dari beberapa bangunan atau ruang untuk pelbagai keperluan.  Sebab adakalanya sebuah kompleks masjid itu memiliki banyak ruang, atau mungkin mempunyai dua tingkat, mempunyai bilik khusus untuk penjaga masjid, mempunyai bilik seminar / mesyuarat, kedai,parking dan sebagainya.  Bahkan ada masjid yang tingkat bawahnya kadang-kadang digunakan untuk acara kenduri pernikahan, pameran, dan sebagainya. 

Apakah semua ruangan itu disebut masjid dan berlaku hukum-hukum masjid?  Menurut pemahaman kami, jawapannya tidak.  Dalam keadaan ini, berlakulah definisi khusus masjid, iaitu masjid sebagai mawadhi` ash-solat (tempat-tempat solat).*13)

Maka dengan itu, basement (ruang legar/lobi)  masjid bukanlah masjid, jika ruang itu memang tidak digunakan untuk solat jamaah.  Jika digunakan untuk solat berjamaah, maka termasuk masjid.  Demikian pula bahagian masjid yang lain, misalnya bilik mesyuarat, bilik seminar, bilik penjaga masjid, tempat parkir (tempat letak kereta) dan sebagainya.  Semuanya bukan masjid jika tidak digunakan untuk solat berjamaah.  Ringkasnya, semua tempat atau ruang yang tidak digunakan untuk solat berjamaah, tidak dinamakan masjid, meski pun merupakan sebahagian dari keseluruhan bangunan masjid.

Bagaimana andaikata sesuatu  tempat di masjid (misalnya tingkat bawah) kadang-kadang digunakan untuk solat jamaah dan kadang-kadang tidak?  Jawapannya adalah seperti berikut.  Yang diperhatikan adakah sesuatu  tempat itu lebih kerap digunakan untuk solat berjamaah, atau lebih kerap tidak digunakan untuk solat berjamaah. Jika lebih kerap digunakan untuk solat berjamaah, maka dihukumi masjid.  Jika lebih kerap tidak, maka tidak dianggap masjid.

Yang demikian itu bertolak dari sesuatu  prinsip bahawa hukum syara’ itu didasarkan pada dugaan kuat (ghalabatuzh zhann).  Dan dugaan kuat itu dapat disimpulkan dari kenyataan yang lebih banyak/dominan (aghlabiyah).  Ini sebagaimana metod para fuqaha ketika menetapkan pensyariatan Musaqah (akad menyiram pohon) —bukanMuzara’ah (akad bagi hasil pertanian)— di tanah Khaybar. Mengapa?   Kerana tanah di Khaybar (sebelah utara Madinah) pada masa Nabi SAW sebahagian  besarnya adalah tanah-tanah yang berpohon kurma. Sedang di sela-sela pohon kurma itu, yang luasnya kurang, ada tanah-tanah kosong yang boleh ditanami gandum. Hal ini dapat diketahui dari riwayat Ibn Umar, bahawa hasil pertanian Khaybar yang diberikan Nabi kepada para isteri beliau, jumlahnya 100 wasaq, iaitu 80 wasaq buah kurma dan 20 wasaq gandum. [HR. Bukhari].*14)   Oleh sebab yang lebih banyak adalah hasil kurma, bukan gandum, maka akad yang ada di Khaybar  adalah Musaqah, bukan Muzara`ah.

Penjelasan di atas menunjukkan contoh kes bahawa hukum syara’ itu dapat didasarkan pada kenyataan yang lebih banyak (aghlabiyah).  Maka dari itu, ketika kita menghadapi fakta adanya ruang basement masjid yang kadang-kadang digunakan untuk solat dan kadang-kadang tidak digunakan untuk solat berjamaah, kita harus melihat dahulu, manakah yang aghlabiyah (yang lebih banyak/kerap).  Jika lebih kerap digunakan untuk solat berjamaah, maka basement itu dihukumi masjid.  Dan jika lebih kerap tidak digunakan untuk solat berjamaah, maka basement itu dianggap bukan masjid. Wallahu a’lam[. [Muhammad Shiddiq al-Jawi]
Catatan: 1 wasaq = 130,560 kg gandum

Membentuk Sebuah Keluarga Islam

Mukaddimah
Musuh-musuh Islam memang tidak menghendaki kaum Muslim berpegang teguh pada Islam secara utuh. Mereka tidak akan berdiam diri terhadap usaha kaum Muslim untuk menegakkan syariat Islam. Mereka berusaha keras untuk memisahkan kaum Muslim dari syariat Islam. Mereka terus berusaha mengaburkan syariat Islam dan mengikis sedikit demi sedikit syariat Islam dari kehidupan kaum Muslim.

Ternyata usaha mereka membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit syariat Islam dipinggirkan oleh umatnya sehingga yang tinggal hanyalah peraturan yang berkaitan dengan ibadah ruhiyah (spiritual) dan kekeluargaan (munakahad). Namun, tidak cukup dengan itu, mereka juga terus berusaha untuk merosakkan hukum-hukum kekeluargaan  dalam rangka memusnahkan kehidupan keluarga Muslim yang masih tinggal.

Membina Keluarga Islam
Keluarga Islam adalah keluarga yang dibangun atas dasar ketaatan kepada AllahSubhanahu wa Taala, yang mana pemahaman asas anggotanya adalah hanya mencari keredhaan Allah Subhanahu wa Taala, dan yang di atur oleh peraturan-Nya. Setiap anggota keluarga Islam ini menjalankan hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan peraturan Allah Subhanahu wa Taala. Ketaatan ini dimulakan dari sejak awal, iaitu dari sejak menentukan kriteria pasangan hidup, proses memilih, khitbah(meminang), pernikahan, serta proses menjalani kehidupan rumahtangga, iaitu sentiasa berada di jalan kebenaran, jalan Allah Subhanahu wa Taala.

Motivasi awal yang benar merupakan asas untuk membangun kehidupan rumahtangga yang kukuh. Dalam hal ini, Islam menetapkan bahwa motivasi seseorang melangsungkan kehidupan suami-isteri adalah untuk melaksanakan salah satu dari bentuk ibadah kepada Allah Subhanahu wa Taala. Kehidupan pernikahan adalah kehidupan persahabatan antara seorang suami dan isterinya. Suami menjadi sahabat kepada isterinya dan isteri menjadi sahabat kepada suaminya secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Allah telah menjadikan pernikahan sebagai tempat ketenangan bagi pasangan suami isteri, sebagaimana firman-Nya:

Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah diciptakan-Nya untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian sendiri—supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih sayang.  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” [TQS Surah ar-Rum [30]: 21].

Bagaimana kita dapat membentuk keluarga yang sesuai dengan tuntutan Allah Subhanahu wa Taala, iaitu sebuah keluarga yang berasaskan ideologi Islam?

Pertama
, asas dari pernikahan tersebut adalah akidah Islam, bukan manfaat ataupun kepentingan.  Dengan menjadikan Islam sebagai landasan, maka segala sesuatu yang terjadi dalam keluarga tersebut dirujuk kembali pada Islam. 

Kedua, adanya visi dan misi yang sama antara suami isteri tentang hakikat, tujuan hidup dan berkeluarga dalam Islam. 

Ketiga, memahami dengan benar fungsi dan kedudukan masing-masing dalam keluarga dan berusaha sedaya upaya menjalankannya sesuai dengan tuntutan Allah dan Rasul-Nya.

Keempat,  menjadikan Islam dan syariatnya sebagai penyelesaian terhadap seluruh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Halal dan haram dijadikan landasan dalam melakukan sesuatu, bukan hawa nafsu.

Kelima, mengamalkan amar makruf nahi mungkar di antara sesama anggota keluarga sehingga seluruh anggota keluarga sentiasa berjalan pada landasan Islam.

Keenam, menghiasi  rumah dengan membiasakan melakukan amalan-amalan sunnah, seperti membaca al-Quran, bersedekah, melakukan solat sunnah, dan sebagainya.

Ketujuh, sentiasa berdoa kepada Allah dan bersabar dalam apa jua situasi.

Peranan Penting Keluarga 
Itulah bangunan asas untuk membentuk keluarga yang kukuh dan berideologi Islam. Lebih dari itu, bangunan keluarga tersebut akan mencapai kekuatan yang hakiki jika berjaya di dalam persekitarannya, kerana keluarga memiliki peranan yang penting dalam pembentukan sebuah masyarakat. Keluarga adalah persekitaran awal pendidikan asas bagi seorang manusia. Jika keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan sendi-sendi pendidikan yang penting, maka keluarga adalah pemberi pengaruh pertama.  Keluarga memiliki peranan strategik dalam proses pendidikan anak, bahkan umat manusia. Keluarga lebih kuat pengaruhnya dari sendi-sendi yang lain. Sejak awal kehidupannya, seorang manusia lebih banyak mendapat pengaruh dari keluarga sebab waktu yang dihabiskan di keluarga lebih banyak daripada di tempat-tempat lain.

Pada hakikatnya, pendidikan di dalam keluarga merupakan pendidikan sepanjang hayat. Pembinaan dan pengembangan keperibadian serta penguasaan tsaqâfah Islam dilakukan melalui pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber pembelajaran yang ada di dalam keluarga, terutama ibu dan bapanya. Keluarga adalah sebahagian dari masyarakat. Hubungan keduanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Nilai masyarakat yang baik dan benar akan mewarnai kehidupan keluarga; begitu juga sebaliknya kerana individu-individu yang beriman dalam keluarga yang Islamik akan menjadi benih bagi penyebaran pemikiran, perasaan dan peraturan, serta nilai Islam di tengah masyarakat. Jadi, peranan keluarga dalam masyarakat tidak boleh diabaikan. Keluarga mesti dibina dan ditegakkan di atas nilai Islam.

Begitu pentingnya pembinaan dan pendidikan di dalam keluarga, pendidikan anak sejak awal dalam keluarga akan tertanam secara kuat di dalam diri seorang anak. Sebab, pengalaman hidup pada masa-masa awal umur manusia akan membentuk ciri-ciri khas, samada dalam tubuh mahupun pemikiran, yang boleh jadi tidak ada yang dapat mengubahnya sesudah masa itu.

Untuk itu, keluarga secara langsung ataupun tidak turut mempengaruhi jatidiri sebuah masyarakat. Dari keluargalah munculnya generasi manusia yang bermartabat, memiliki perasaan kasih sayang, dan saling tolong-menolong di antara mereka. Dengan itu, akan  terciptalah aturan kehidupan masyarakat yang kuat, yang disokong oleh keluarga-keluarga yang harmoni dan berkasih sayang kerana memiliki pemikiran ideologi Islam sebagai asasnya.

Keluarga Islam tidak boleh memisahkan diri dengan masyarakat sekelilingnya. Kita mesti berada di tengah masyarakat; mewarnai dan mengubahnya dari keadaan jauh dari Islam menjadi Islamik. Langkah inilah yang dicontohkan oleh Rasul. Rasulullah memerintahkan kita berbuat baik terhadap jiran tetangga, ertinya mesti ada interaksi yang positif dengan persekitaran tempat kita berada. Bahkan, Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan kita untuk menjadi orang yang membuat kebaikan, kerana Rasul bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak berbuat kebaikan (manfaat) kepada yang lainnya.”

Kepentingan Sistem Politik yang Kondusif
Akhirnya, hal penting lainnya yang tidak boleh kita abaikan dalam pembentukan keluarga yang kuat dan berideologi Islam adalah peranan sistem yang menyokong hal tersebut. Ini adalah kerana walau betapa kuatnya kita melindungi keluarga dengan idea-idea dan pemikiran-pemikiran Islam dan pembinaan yang gigih kepada anak-anak dan anggota keluarga lainnya, apabila sistem yang dilaksana dan dikuatkuasakan di tengah kehidupan keluarga itu tidak menggunakan peraturan-peraturan Islam, maka sukar bagi bangunan keluarga yang kukuh itu untuk bertahan.

Ini disebabkan serangan dari luar akan senantiasa menghalang, samada dalam bentuk (i) pemikiran-pemikiran yang bertentangan yang boleh mempengaruhi tingkah laku dan moral anggota keluarga ataupun (ii) rintangan melalui ekonomi yang menyukarkan untuk memenuhi  keperluan asas anggota keluarga. Dari sinilah biasanya muncul tindakan jenayah dan lain-lain masalah sosial. Untuk itu, penataan kehidupan yang benar berkaitan dengan semua urusan masyarakat sangat diperlukan. Dengan sistem politik Islamlah semua ini boleh diwujudkan.

Sistem politik Islam memiliki kemampuan untuk memberikan penyelesaian atas semua persoalan. Sama ada persoalan individu, keluarga, ataupun masyarakat. Sistem Islam mampu membendung serangan musuh-musuh Islam di tengah-tengah kaum Muslim dan menjaga masyarakat agar tetap dalam keimanan dan aturan yang sesuai dengan peraturan Islam. Hal ini dilakukan dengan cara penerapan peraturan-peraturan Islam yang menyeluruh. Sebab, sistem politik Islam itu sendiri intinya adalah bagaimana menciptakan pengaturan urusan masyarakat sesuai dengan tuntutan syariat Islam sehingga tercipta aturan masyarakat yang baik, damai, dan sejahtera; yang dipenuhi dengan keampunan dan keredhaan Allah Subhanahu wa Taala. 

Khatimah
Untuk menghalang usaha  menghancurkan  keluarga Muslim dan Islam secara umumnya, maka kaum Muslim secara bersama-sama dituntut untuk memiliki kesedaran dalam memahami Islam secara menyeluruh dalam segala aspek. Dengan begitu, kaum Muslim akan dapat memahami dan menjangkakan bahaya idea-idea asing yang bertentangan dengan Islam seperti  feminisme, kesamaan gender, emansipasi, liberalisme dan sebagainya. Pemahaman Islam seperti ini boleh kita perolehi dengan cara membina diri kita dan kaum Muslim secara terus-menerus dengan tsaqâfah Islam.

Tsaqâfah Islam tersebut kemudiannya dijadikan sebagai acuan atau landasan untuk berhadapan dengan pelbagai pemikiran dan pemahaman asing yang menyerang. Hal ini mesti diteruskan dengan sentiasa mengikuti perkembangan berita dan fakta-fakta, kemudian memahaminya dan memberikan penyelesaian sesuai dengan Islam. 

Selain itu, penting untuk melibatkan diri secara aktif dalam usaha menyebarkan idea-idea Islam tersebut di tengah-tengah masyarakat. Ini adalah kerana membentuk keluarga yang kukuh tidak cukup dilakukan oleh individu di dalam sebuah keluarga semata-mata. Akan tetapi, hal itu juga mesti ditempuh secara politik, sistematik, dan ideologis dalam suatu gerakan yang terorganisasi secara rapi. Ini juga disebabkan kaum kafir pun, dalam menghancurkan keluarga Muslim,  melakukannya bukan hanya melalui aktiviti penyebaran idea secara individu semata, tetapi melalui sebuah gerakan yang memiliki kekuatan besar dan didukung oleh ideologi tertentu (kapitalis-sekular) di belakangnya.

Oleh kerana itu, yang perlu menjadi agenda kaum Muslim pada masa ini untuk menghalang usaha menghancurkan keluarga Muslim adalah bagaimana menghadirkan  Islam dengan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh dalam pengaturan umat secara nyata, sama ada diperingkat individu, keluarga, masyarakat, mahupun negara. Dengan begitu, kaum Muslim boleh keluar dari kesengsaraan dan sekaligus bangkit kembali sebagai umat terbaik (khayr al-ummah), yang tegak di atas keluarga-keluarga yang kuat.

Ketika persekongkolan besar musuh-musuh Islam berjaya meruntuhkan Khilafah Islamiyah pada tahun 1924, yang masih tinggal di tengah-tengah umat Islam adalah tatacara kehidupan sosial di antara mereka, beserta hukum-hukum yang bersifat individu seperti ibadah solat, puasa, zakat, haji. Walaupun sistem pemerintahan Islam sudah hancur dengan runtuhnya Khilafah Islam, sisa-sisa budaya keIslaman masih terpelihara baik di dalam rumahtangga-rumahtangga kaum Muslim.  Pada masa kini, keluarga-keluarga Muslim menjadi harapan  tempat bersemainya kembali ideologi Islam. Keluarga dengan ayah sebagai pemimpin seluruh anggota dan ibu sebagai sumbu aktiviti dalam rumah tangga menjadi tumpuan lahirnya generasi-generasi yang kelak akan menghidupkan kembali peradaban dunia dengan Islam. 
Wallahu’alam bishawab

Kenapa islam tak galakkan pelihara anjing?

Kalau kita merujuk kepada Quran tidak ada satu ayat pun dalam Qur'an yang mengajarkan umat Islam untuk membenci anjing, bahkan tidak ada satu ayatpun dalam Quran yang melarang untuk memelihara anjing tetapi hanya ada pesan Muhammad (Hadith) yang menerangkan supaya jangan menyentuh air liur anjing, sekiranya barang dijilat oleh anjing maka perlu disamak tetapi tidak pernah Islam mengajarkan untuk membenci anjing.

Ini berdasarkan Hadith Muhammad :
Sekiranya barangan dijilat oleh anjing maka basuhlah dengan air sebanyak tujuh kali (Sahih Muslim).

Mungkin itu hanya budaya orang melayu tidak memelihara anjing sejak dahulu lagi sebab kalau kita lihat di luar negara ramai juga muslim yang memelihara anjing tetapi dijaga supaya anjing tidak masuk ke dalam rumah sebab dikhuatirkan akan menjilat barangan rumah. Oleh sebab itu orang melayu tidak memelihara anjing di rumah untuk memudahkan penjagaan daripada dijilat oleh anjing.

Adapun sebab orang muslim tidak memelihara anjing atas beberapa alasan iaitu
1. Anjing adalah haiwan buas dan ganas, sungguhpun anjing sudah dipelihara bertahun-tahun dengan menjaga makanannya tetapi banyak kes tuan anjing digigit oleh anjing peliharaannya.

2. Anjing adalah haiwan yang kotor sebab air liurnya sentiasa menitis dari mulutnya dan lidahnya sentiasa terjulur sehingga akan menitis di merata tempat

3. Anjing adalah haiwan yang bising sehingga dapat menganggu kenyamanan jiran dan tuannya, anjing suka menjalak di tengah malam sehingga mengganggu jiran yang tidur

Hari ini sain telah membuktikan bahawa dalam air liur anjing mengandungi bakteri yang dapat menyebabkan penyakit anjing gila, padahal sains masa kedatangan Muhammad tidak secanggih hari ini tetapi macamna beliau mengetahui semua ini. Ini menunjukkan bahawa Muhammad adalah utusan Allah sehingga apa yang beliau lakukan dan pesan adalah atas bimbingan dan petunjuk daripada Allah semata-mata