Saturday, February 5, 2011

Tanggung Jawab Setiap Pemimpin Umat Islam

Apabila kita memperkatakan pemimpin umat Islam,terbayang oleh kita bahwa mereka terbagi kepada berbagai peringkat dan pemimpin di berbagai bidang dan jurusan. Pemimpin di kalangan umat Islam itu ada pemimpin-pemimpin besar dan ada juga yang kecil. Ada yang umum (negara, daerah, dll) ada yang khusus (pendidikan, ketentaraan, ekonomi, dll). Juga ada yang terbatas ketika pemimpin itu juga dipimpin.
Setelah kita mengetahui pemimpin dan kepemimpinan dalam Islam itu berperingkat-peringkat, maka di sini akan memperkatakan apa tanggung jawab setiap pemimpin itu?
Di sini tidak akan dibahas secara luas dan menyeluruh namun secara ringkas saja. Di peringkat manapun pemimpin itu memimpin maka ada dua kewajiban yang tidak dapat dihindari dan akan dipertanggungjawabkan karena mereka adalah pemimpin Islam. Agama Islam mewajibkan setiap pemimpin umat Islam bertanggung jawab yaitu agama dan akhlak orang yang di bawah pimpinannya.
Setiap pemimpin di akhirat kelak akan ditanya oleh ALLAH Ta’ala setiap orang di bawah pimpinannya, tidak terkecuali pemimpin besar atau kecil, umum atau khusus. Mereka tidak boleh memikirkan bidangnya saja. Dalam ajaran Islam, masalah agama terutama di sudut fardhu ain mesti diketahui, dihayati dan diamalkan oleh setiap mukallaf (muslim, baligh, berakal yang telah dapat dikenai hukum). Oleh sebab itu siapa saja yang menjadi pemimpin bertanggung jawab memastikan perkara agama dan akhlak untuk keselamatan bersama di dunia dan akhirat.
Tidak seperti halnya dalam bidang fardhu kifayah, seperti ketentaraan, ekonomi, pertanian dll. Sebagai contoh kalau ada satu golongan yang berkecimpung di bidang itu dan mencukupi keperluan umum, maka sudah memadai. Orang lain yang tidak ambil bagian di bidang itu terlepas dari dosa. Sedangkan mengetahui halal dan haram serta akhlak yang mulia, yatu memiliki sifat-sifat mahmudah, seperti adil, jujur, tawadhuk, pemurah, kasih sayang, sabar, redha, tawakal, tenggang rasa, lapang dada, pemaaf, meminta maaf, amanah diwajibkan bagi setiap orang, baik pemimpin maupun bukan.
Setiap pemimpin Islam itu tidak bisa dia berkata, “Saya pemimpin di bidang ketentaraan. Saya hanya bertanggung jawab dengan ketentaraan saja. Soal agama dan akhlak itu bukan tanggung jawab saya.” Pemimpin ekonomi pun berkata senada dan juga pemimpin-pemimpin yang lain. Begitulah setiap pemimpin berfikir demikian. Soal agama dan akhlak itu tanggung jawab ulama, ustadz, pendakwah, pemimpin dakwah. Itulah bidang khusus mereka, begitu dalam fikiran para pemimpin itu. ALLAH dan Rasul tidak menghendaki demikian. Islam memerintahkan setiap pemimpin umat Islam, baik dia memimpin negara, pemimpin ketentaraan, politik, ekonomi, dll, wajib bertanggung jawab kepada anak pimpinannya mengenai agama dan akhlak mereka.
Di akhir zaman inilah kelemahan umat Islam, dimana pemimpin hanya memimpin di bidangnya saja. Terhadap agama dan akhlak mereka meringan-ringankannya. Itulah rahasia mengapa setiap golongan itu, susah disatukan satu sama lain. Hati berjauhan meski tidak bertengkar karena tali pengikat di kalangan umat Islam adalah agama dan akhlak sudah diputuskan. Kalaupun ada tali, tapi sudah hampir putus. Maka dari itu banyak terjadi gejala yang negatif dalam golongan—golongan manusia. Hal ini berlaku karena mereka tidak diarahkan kepada agama dan akhlak mulia oleh pemimpin, jika ada progam keagamaan pun hanya sekali-sekali. Pemimpin hanya mengutamakan bidangnya saja seolah-olah agama dan akhlak adalah persoalan individu.
Padahal umat Islam menghendaki agama dan akhlak mesti sama walaupun berasal dari berbagai bidang, karena hal itu merupakan keperluan bersama. Kalau pemimpin memperhatikan akhlak dan agama maka akan lahir ahli-ahli yang berkemajuan, berdisiplin dan berakhlak mulia karena disuluh oleh ruh Islam. Sehingga visi mereka sejalan, syiar mereka bersama dan akhlak mulianya sama.
Umat Islam sudah berfikir bahawa agama hanya untuk guru-guru agama dan ustadz-ustadz. Apakah ada di dalam kalangan umat Islam berfikir bahwa dengan berdisiplin agama dan berakhalak mulia akan merugikan umat Islam dan manusia? Apakah dengan berakhak mulia dan berdisiplin dalam agama akan menciptakan kemunduran?
Sebenarnya kepatuhan dalam agama serta akhlak mulia itulah yang menjadikan umat Islam berdisiplin. Akan memperindah dan memperbaiki setiap profesi dalam bidang-bidang kemajuan, sehingga dapat meningkatkan kehormatan umat Islam, karena akhlak adalah universal, bahkan orang bukan Islam akan senang terhadap Islam. Dan yang terpenting adalah ALLAH dan RasulNya akan suka dan redha terhadap kita. Amin

Politik Islam dan Politik Jahiliyyah


Dalam buku Fikih Politik Menurut Imam Hasan Al-Banna, Dr. Muhammad Abdul Qadir Abu Faris menulis: ”Jadi politik itu terbagi menjadi dua macam: politik syar’i (politik Islam) dan politik non syar’i (politik non Islam). Politik syar’i berarti upaya membawa semua manusia kepada pandangan syar’i dan khilafah (sistem pemerintahan Islam) yang berfungsi untuk menjaga agama (Islam) dan urusan dunia. Adapun politik non syar’i atau politik versi manusia adalah politik yang membawa orang kepada pandangan manusia yang diterjemahkan ke undang-undang ciptaan manusia dan hukum lainnya sebagai pengganti bagi syari’at Islam dan bisa saja bertentangan dengan Islam. Politik seperti ini menolak politik syar’i karena merupakan politik yang tidak memiliki agama. Sedangkan politik yang tidak memiliki agama adalah politik jahiliyah.”
Semenjak tahun 1924 ummat Islam tidak lagi hidup di bawah naungan sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya. Bahkan di berbagai penjuru dunia Islam dideklarasikan berdirinya negara-negara dengan konsep nation-state (negara-kebangsaan). Mulailah kaum muslimin mengekor kepada negara-negara kafir yang mengkotak-kotakkan manusia berdasarkan keanekaragaman suku dan bangsa. Sebelumnya ketikaKhilafah Islamiyyah masih tegak ummat Islam hanya memahami manusia berdasarkan pembagian yang Allah gambarkan di dalam Al-Qur’an, yaitu manusia beriman (Al-Mu’minun) dan manusia kafir (Al-Kafirun).
Ketika Khilafah masih tegak ummat Islam tidak mengenal adanya pemisahan antara urusan agama dengan berbagai urusan kehidupan sehari-hari, termasuk kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada pemisahan antara kehidupan beragama dalam tataran kehidupan individual maupun sosial. Namun semenjak faham negara-aqidah dihapuskan lalu diganti dengan ideologi nasionalisme mulailah kaum muslimin mengalami pergeseran tolok ukur. Aqidah Islam yang sebelumnya dijadikan sebagai perekat utama masyarakat dilokalisir menjadi sebatas keyakinan individual muslim. Sedangkan masyarakat diarahkan untuk menjadikan etnisitas kebangsaan sebagai perekat kehidupan sosial. Seolah agama hanya berlaku dalam tataran pribadi, sedangkan dalam tataran sosial agama harus dikesampingkan. Kemudian muncullah ajaran primordial kebangsaan yang menggantikan agama sebagai identitas dan perekat sosial.
Dalam buku Petunjuk Jalan bab Tumbuhnya Masyarakat Islam dan Ciri Khasnya, Sayyid Qutb menulis: ”Sesungguhnya dakwah Islam yang dibawa Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallam merupakan mata rantai terakhir dari rangkaian dakwah dan seruan ke jalan Islam yang telah berjalan lama di bawah pimpinan para Rasul dan utusan-utusan Allah yang mulia. Dakwah ini di sepanjang sejarah wujud manusia mempunyai sasaran dan tujuan yang satu. Yaitu, membimbing manusia untuk mengenal Ilah mereka yang Maha Esa dan Yang Maha Benar, agar mereka menyembah dan mengabdi hanya kepada Ilah Yang Maha Esa dan mengubur segala penuhanan terhadap sesama makhluk.
Seluruh umat manusia kecuali segelintir orang saja, tidak ingkar dengan dasar ketuhanan dan tidak menafikan wujudnya Tuhan; tetapi mereka salah pilih dalam hal mengenal hakikat Tuhan yang benar. Mereka menyekutukan Tuhan yang benar dengan tuhan-tuhan yang lain. Bisa dalam bentuk ibadat dan akidah, atau pun dalam bentukketaatan di bidang pemerintahan dan kekuasaan.
Dua bentuk itu adalah SYIRIK yang bisa menyebabkan manusia keluar dari agama Allah. Padahal para Rasul sudah mengenalkan Allah swt. kepada mereka. Tapi, mereka mengingkariNya setelah berlalu beberapa masa dan generasi. Mereka pun kembali ke alam jahiliyah, kemudian kembali mensyirikkan Allah, baik dalam bentuk akidah dan ibadat, atau dalam bentuk ketaatan di bidang pemerintahan, atau pun di dalam dua bentuk itu sekaligus.
Inilah dia tabiat dakwah ke jalan Allah di sepanjang sejarah umat manusia. Ia mempunyai tujuan dan sasaran yang satu yaitu “ISLAM (MENYERAH)” di dalam pengertian penyerahan diri sepenuhnya, penyerahan diri dan kepatuhan para hamba kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam, menarik umat manusia keluar dari mengabdikan diri kepada sesama hamba Allah, kepada suasana menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah SWT, membawa mereka keluar dari sikap patuh dan tunduk kepada sesama hamba Allah di dalam urusan peraturan hidup dan pemerintahan, nilai-nilai dan kebudayaan, untuk bersikap patuh dan tunduk kepada kekuasaan pemerintahan dan peraturan Allah saja di dalam semua urusan hidup.”
Untuk inilah Islam datang melalui Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallam sebagaimana ia datang melalui para Rasul sebelum beliau. Ia datang untuk membawa umat manusia patuh kepada kekuasaan dan pemerintahan Allah seperti seluruh alam ini berjalan mengikuti landasan peraturan Allah.”
Sebuah masyarakat Islam berbeda samasekali dari masyarakat Jahiliyyah. Masyarakat Islam berdiri di atas fondasi aqidah La Ilaha Illa Allah, keyakinan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya tempat memuja, memuji, memohon pertolongan, menyerahkan kepatuhan dan loyalitas total. Penghambaan kepada Allah bukan tercermin dalam urusan ibadah ritual-formal belaka. Tetapi ia juga tercermin dalam aspek nilai-nilai moral serta hukum-hukum pribadi maupun sosial yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan sebuah masyarakat Jahiliyyah berdiri di atas fondasi bahwa sesama manusia pantas untuk dipuji, dipuja, dimintai pertolongannya, diserahkan kepatuhan dan loyalitas kepadanya. Oleh karenanya di dalam masyarakat seperti ini akan selalu hadir para thaghut, yaitu fihak yang sedikit saja memperoleh kekuasaan lalu berlaku melampaui batas sehingga menuntut ketaatan dari para rakyatnya, pengikutnya, muridnya, bawahannya. Dalam sejarah kemanusiaan Allah abadikan di dalam AlQur’an gambaran sosok thaghut paling ideal yaitu Fir’aun. Fir’aun telah sedemikian rupa berlaku sombong sehingga sampai hati memproklamirkan dirinya di hadapan rakyat Mesir yang ia pimpin dengan kalimat: ”Akulah tuhan kalian yang Maha Mulia.”
Tetapi Fir'aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: "Akulah tuhanmu yang paling tinggi". (QS AnNaziat ayat 21-24)
Itulah sebabnya mengapa segenap para Nabi dan Rasul utusan Allah menyampaikan suatu seruan universal yang berlaku sepanjang zaman. Yaitu seruan kepada umatnya masing-masing agar menyembah Allah semata dan menjauhkan diri dari para thaghut.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (QS An-Nahl ayat 36)
Politik Islam adalah politik syar’i. Ia merupakan politik yang berlandaskan konsepsi mendasar aqidah Islamiyyah, yaitu La Ilaha Illa Allah, keyakinan bahwa hanya Allah sajalah satu-satunya tempat memuja, memuji, memohon pertolongan, menyerahkan kepatuhan dan loyalitas total. Politik Islam pasti akan menghantarkan masyarakat untuk membentuk diri menjadi masyarakat Islam. Sedangkan politik jahiliyyah merupakan politik yang tidak syar’i. Politik jahiliyyah akan menghasilkan tumbuhnya sebuah masyarakat jahiliyyah lengkap dengan suburnya eksistensi para thaghut di dalamnya. Politik seperti ini akan menyebabkan manusia sadar tidak sadar menghamba kepada sesama manusia.
Mengomentari kondisi realita umat Islam dewasa ini semenjak tidak lagi hidup di bawah naungan sistem Khilafah Islamiyyah yang telah runtuh 85 tahun yang lalu, maka Said Hawwa dalam kitabnya Jundullah menulis:Akibatnya, hilanglah Islam dari kehidupan manusia secarahampir sempurna. Hilanglah sistem politiknya, dan hilanglah konsepnya dari umat, untuk digantikan dengan konsep nasionalisme. Konsepnya hilang dari negara, untuk digantikan dengan konsep lain. Juga hilang dari ruang pengadilan, untuk digantikan yang lain. Syariatnya hilang digantikan dengan perundangan lain. Konsepnya hilang dari ruang-ruang permusyawaratan, untuk digantikan konsep demokrasi Timur atau Barat. Konsepnya hilang dari kekuasaan eksekutif untukdigantikan dengan konsep jahiliah secara total. Konsepnya hilang dari partai-partai yang Rabbani untuk digantikan oleh sistem kepartaian jahiliah.”
Saudaraku, marilah dengan penuh kesabaran kita meniti kembali jalan perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallamdan para sahabat ketika mereka masih tertindas di kota Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Marilah kita pelajari kembali bagaimana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat berjuang tanpa sedikitpun berfikir untuk berkompromi dengan sistem jahiliyyah dan para thaghutnya ketika mereka masih lemah sekalipun. Sebab mereka hanya punya satu cita-cita, yaitu mengembalikan hati manusia ke dalam pangkuan aqidah kalimat tauhid dimana manusia diajak untuk hanya menghamba kepada Allah dan tunduk kepada syariatNya. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabat tidak pernah sejenakpun bertoleransi dengan aqidah kemusyrikan dan tunduk kepada sistem jahiliyyah yang berlaku, betapapun resikonya mereka terpaksa mengalami berbagai ujian, tekanan, penyiksaan, penindasan bahkan pembunuhan.
Saudaraku, bagaimanapun kita perlu memahami bahwaPolitik Islam tidaklah sama dengan Politik Jahiliyyah. Berbeda satu sama lain dalam hal landasan keyakinannya, semangatnya, fikrah-ideologinya, sistem pembentukannya, budayanya, tingkah-laku para pelakunya. Yang jelas, keduanya sangat berbeda secara fundamental dalam hal siapa yang dijadikan pusat kesetiaan, penghambaan dan ketergantungan. Politik Islam sejak hari pertama telah memproklamirkan dirinya sebagai sebuah mega-proyek untuk pembebasan manusia dari penghambaan sesama manusia untuk hanya menghamba kepada Allah semata. Sedangkan Politik Jahiliyyah menjadikan sesama manusia sebagai tempat menyerahkan loyalitas, ketaatan dan ketergantungan sehingga suburlah di dalamnya para thaghut...!!
Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu adalah benar dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami bahwa yang batil itu adalah batil dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya. Amin.-

SEPULUH ORANG YANG MAYATNYA TIDAK BUSUK DAN TIDAK REPUT DI HARI QIAMAT KELAK!!!

Disebutkan di dalam satu riwayat, bahawasanya apabila para makhluk dibangkitkan dari kubur, mereka semuanya berdiri tegak di kubur masing-masing selama 44 tahun UMUR AKHIRAT dalam keadaan TIDAK MAKAN dan TIDAK MINUM, TIDAK DUDUK dan TIDAKBERCAKAP.
Bertanya orang kepada Rasulullah saw : 'Bagaimana kita dapat mengenali ORANG-ORANG MUKMIN kelak di hari qiamat?'
Maka jawabnya Rasulullah saw 'Umatku dikenali kerana WAJAH mereka putih disebabkan oleh WUDHU'.' Bila qiamat datang maka malaikat datang ke kubur orang mukmin sambil membersihkan debu di badan mereka KECUALI pada tempat sujud. Bekas SUJUD tidak dihilangkan.
Maka memanggillah dari zat yang memanggil. Bukanlah debu 'itu dari debu kubur mereka, akan tetapi debu itu ialah debu KEIMANAN' mereka. Oleh itu tinggallah debu itu sehingga mereka melalui titian' Siratul Mustaqim dan memasuki Alam SYURGA, sehingga setiap orang melihat para mukmin itu mengetahui bahawa mereka adalah pelayan Ku dan hamba-hamba Ku.
Disebutkan oleh hadith Rasulullah saw bahawa sepuluh orang yang mayatnya TIDAK BUSUK dan TIDAK REPUT dan akan bangkit dalam tubuh asal diwaktu mati :-
1. Para Nabi
2 Para Ahli Jihad
3. Para Alim Ulama
4. Para Syuhada
5. Para Penghafal Al Quran
6. Imam atau Pemimpin yang Adil
7. Tukang Azan
8. Wanita yang mati kelahiran/beranak
9. Orang mati dibunuh atau dianiaya
10. Orang yang mati di siang hari atau di malam Jumaat jika mereka itu dari kalangan orang yang beriman.
Didalam satu riwayat yang lain dari Jabir bin Abdullah ra sabda Rasulullah saw: Apabila datang hari QIAMAT dan orang-orang yang berada di dalam kubur dibangkitkan maka Allah swt memberi wahyu kepada Malaikat Ridhwan:
' Wahai Ridhwan, sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba Ku berpuasa ( Ahli Puasa ) dari kubur mereka di dalam keadaan letih dan dahaga. Maka ambillah dan berikan mereka segala makanan yang digoreng dan buah-buahan SYURGA. '
Maka Malaikat Ridhwan menyeru, wahai sekelian kawan-kawan dan semua anak-anak yang belum baligh, lalu mereka semua datang dengan membawa dulang dari nur dan berhimpun dekat Malaikat Ridhwan bersama dulang yang penuh dengan buahan dan minuman yang lazat dari syurga dengan sangat banyak melebihi daun-daun kayu di bumi.
Jika Malaikat Ridhwan berjumpa mukmin maka dia memberi makanan itu kepada mereka sambil mengucap sebagaimana yang difirman oleh Allah swt di dalam Surah Al-Haqqah bermaksud :
'Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan AMAL yang telah kamu kerjakan pada HARI yang telah LALU itu.'

Dimanakah tahap sembahyang kita?

Mengapa Ibadah Sembahyang Tidak Membangunkan Insan

Dalam era membaiki diri ini, kita nilaikan sembahyang kita, nanti akan terjawap kenapa kita tidak dibantu, dan ini juga gambaran secara keseluruhannya, mengapa umat islam terbiar dan tiada pembela dan umat islam kini tidak lagi menjadi umat yang agung seperti dulu.

Golongan Pertama

Kita boleh lihat hari ini sudah ramai umat islam yang tidak sembahyang, bahkan ramai juga yang tidak tahu hendak sembahyang; mereka telah jatuh kafir. Imam Malik berkata bahawa jatuh kafir kalau tidak sembahyang tanpa sebab. Imam Syafie kata jatuh fasik (pun masuk neraka juga) kalau ia masih yakin sembahyang itu fardu.

Golongan Kedua

Orang yang mengerjakan sembahyang secara zahir sahaja, bacaan pun masih tak betul, taklid buta, main ikut-ikut orang saja. Belajar sembahyang maupun secara rasmi atau tak rasmi tak ada. Ilmu tentang sembahyang tiada. Golongan ini tertolak bahkan berdosa besar dan hidup dalam keadaan derhaka kepada Allah Taala.


Golongan Ketiga

Orang yang mengerjakan sembahyang, bahkan tahu ilmu mengenai sembahyang, tetapi tak boleh lawan nafsu terhadap tarikan dunia yang kuat. Jadi mereka ini sekejap sembahyang, sekejap tidak. Kalau ada masa dan mood baik; ia sembahyang, kalau sibuk dan terkocoh kacah, ada program kenduri, pesta ria, berziarah, bermusafir, letih dan penat, maka ia tak sembahyang. Orang ini jatuh fasik.

Golongan Keempat

 Orang yang sembahyang, kalaupun ilmunya tepat, fasih bacaannya, tetapi tak khusyuk kalau diperiksa satu persatu bacaannya, lafaznya banyak yang dia tak faham, fikirannya tak terpusat atau tak tertumpu sepenuhnya pada sembahyang yang dilaksanakannya itu disebabkan tak faham apa yang dia baca. Cuma main hafal saja. Jadi fikirannya terus tertumpu pada dunia dan alam sekelilingnya. Fikirannya mengembara dalam sembahyang, orang ini lalai dalam sembahyang. Neraka wail bagi orang jenis ini.

Golongan Kelima

Golongan yang mengerjakan sembahyang cukup lima waktu, tepat ilmunya, faham setiap bacaan sembahyang, fatihahnya, doa iftitahnya, tahiyyatnya, tapi tak dihayati maksud dalam sembahyang itu. Fikirannya masih melayang mengingatkan perkara dunia, dek kerana faham saja tetapi tidak dihayati. Golongan ini dikategorikan sebagai sembahyang awamul muslimin.

Golongan Keenam

Golongan ini baik sedikit dari golongan yang ke lima tadi, tetapi main tarik tali di dalam sembahyangnya, sekali sekala khusyuk, sekali sekala lalai pula. Bila teringat sesuatu di dalam sembahyangnya, teruslah terbawa-bawa, berkhayal dan seterusnya. Bila teringat Allah secara tiba- tiba, maka insaf dan sedarlah semula, cuba dibawa hatinya serta fikirannya untuk menghayati setiap kalimat dan bacaan di dalam sembahyangnya. Begitulah sehingga selesai sembahyangnya. Ia merintih dan tak mahu jadi begitu, tapi terjadi jua. Golongan ini adalah golongan yang lemah jiwa. Nafsunya bertahap mulhamah (ertinya menyesal akan kelalaiannya dan cuba baiki semula, tapi masih tak terdaya kerana tiada kekuatan jiwa). Golongan ini terserah kepada Allah. Yang sedar dan khusyuk itu mudah-mudahan diterima oleh Allah, mana yang lalai itu moga-moga Allah ampunkan dosanya, namun tiada pahala nilai sembahyang itu. Ertinya sembahyangnya tiada memberi kesan apa apa. Allah belum lagi cinta akan orang jenis ini.

Golongan Ketujuh

Golongan yang mengerjakan sembahyangyang tepat ilmunya, faham secara langsung bacaan dan setiap lafaz di dalam sembahyangnya. Hati dan fikirannya tidak terbawa-bawa dengan keadaan sekelilingnya sehingga pekerjaan atau apa pun yang dilakukan atau yang difikirkan diluar sembahyang itu tidak mempengaruhi sembahyangnya. Walaupun ia memiliki harta dunia, menjalankan kewajiban dan tugas keduniaan seperti perniagaan dan sebagainya namun tidak mempengaruhi sembahyangnya. Hatinya masih dapat memuja Allah di dalam sembahyangnya. Golongan ini disebut orang-orang soleh atau golongan abrar ataupun ashabul yamin.

Golongan Kelapan

Golongan ini seperti juga golongan tujuh tetapi ia mempunyai kelebihan sedikit iaitu bukan saja faham, dan tak mengingati dunia di dalam sembahyangnya, malahan dia dapt menghayati setiap makna bacaan sembahyangnya itu, pada setiap kalimah bacaan fatihahnya, doa iftitahnya, tahiyyatnya, tasbihnya pada setiap sujudnya dan setiap gerak gerinya dirasai dan dihayati sepenuhnya. Tak teringat langsung dengan dunia walaupun sedikit. Tapi namun ia masih tersedar dengan alam sekelilingnya. Pemujaan terhadap Allah dapat dirasai pada gerak dalam sembahyangnya. Inilah golongan yang dinamakan golongan Mukkarrabin (Yang hampir dengan Allah).

Golongan Kesembilan

Golongan ini adalah golongan yang tertinggi dari seluruh golongan tadi. Iaitu bukan saja ibadah sembahyang itu dijiwai di dalam sembahyang malahan ia dapat mempengaruhi di luar sembahyang. Kalau ia bermasalah langsung ia sembahyang, kerana ia yakin sembahyang punca penyelesai segala masalah. Ia telah fana dengan sembahyang. Sembahyang telah menjadi penyejuk hatinya. Ini dapat dibuktikan di dalam sejarah, seperti sembahyang Saidina Ali ketika panah terpacak dibetisnya. Untuk mencabutnya, ia lakukan sembahyang dulu, maka di dalam sembahyang itulah panah itu dicabut. Mereka telah mabuk dengan sembahyang. Makin banyak sembahyang semakin terasa lazat, sembahyanglah cara ia nak lepaskan kerinduan dengan tuhannya. Dalam sembahyanglah cara ia nak mengadu-ngadu dengan Tuhannya. Alam sekelilingnya langsung ia tidak hiraukan. Apa yang nak jadi disekelilingnya langsung tak diambil peduli. Hatinya hanya pada Tuhannya. Golongan inilah yang disebut golongan Siddiqin. Golongan yang benar dan haq.

Setelah kita nilai keseluruhan sembilan peringkat sembahyang itu tadi, maka dapatlah kita nilai sembahyang kita di tahap yang mana. Maka ibadah sembahyang yang boleh membangunkan jiwa, membangunkan iman, menjauhkan dari yang buruk, boleh mengungkai mazmumah, menanamkan mahmudah, melahirkan disiplin hidup, melahirkan akhlak yang agung ialah golongan tujuh, lapan dan sembilan sahaja. Sembahyangnya ada kualiti, manakala golongan yang lain jatuh pada kufur, fasik dan zalim.

Jadi dimanakah tahap sembahyang kita? Perbaikilah diri kita mulai dari sekarang. Jangan tangguh lagi. Pertama-tama soalan yang akan ditujukan kepada kita di akhirat nanti ialah solat atau sembahyang kita.

Marilah bersama membaiki solat kita agar segara dapat bantuan dari Allah, agar terhapuslah kezaliman, semoga tertegak kembali daulah Islam.

Wallahualam bissawab